Sabtu, 24 Mei 2014

Ember Bocor

Ember Bocor.
Segimanapun kita berusaha mengisi, tetap saja, ember bocor tidak akan penuh.

Oke, selamat subuh. Subuh hari selalu membuat kepala saya jernih untuk berfikir dan belajar. Tapi, sayangnya saya tidak selalu juga bisa memaksimalkan subuh saya. Poor me.

Sedikit mengamati, perkara ember bocor. Sebenarnya ada 2 pokok pertanyaan yang ingin saya lemparkan ke dunia maya ini. Pertama, ya perkara ini. Dan satu perkara lain yang inshaa allah menyusul di post selanjutnya (kalo mood nulis).

Hasil dari saya menimba ilmu melalui salah satu seminar kemarein, pematerinya seornag wanita yang wow sekali lah ya menurut saya. Dia yang menyebutkan hal ini. “jangan jadi ember bocor”. Waktu itu, perkaranya masalah hijab.  Ada orang yang ibadah nya bagus, ahlaknya pun bagus, tapi dia tidak menjalankan salah satu kewajibannya, yaitu menutup aurat. Nah itu gimana dong? Ya itu tadi, sama seperti ember bocor. Berlaku juga untuk sebaliknya. Yang sudah memantapkan hijab, menutup aurat, tapi akhlaknya belum baik.

Nah, mengenai ‘ahlak yang belum baik’ ini. Sudah sewajarnya juga sih ya, seorang menilai seorang yang lainnya. Namanya juga manusia. Tapi, janganlah sebuah penilaian buruk menutupi 99 penilaian baik yang sebelumnya sudah kita sematkan pada seseorang. Membaca juga di post salah satu teman saya, perkara menasehati. Saya menangkap sebuah point bahwa banyak orang yang malas dinasehati sementara yang menasehatinya itu orang yang menurutnya melakukan banyak kesalhan lain. Normal. Itu normal-normal aja.

nah loh, kok jadi jauh dari perihal si ember bocor ya? ops.. ada kok.. Kita nih, sejauh ini, sudah menganggap dirikita baik, ahlak baik, sopan santun, ibadah juga baik, nah... syetan putar akal, dia cari celah, dan dapatlah sebuah celah untuk membocorkan ember pahala kita. Muncullah sebuah bisikan di telinga kita yang ahirnya membuat kita berfikir  "Ih, apaan sih nasehatin aku, kamu aja masih blablablabla..."

Manusia memang dikodratkan untuk punya egoism tersendiri. Sayapun juga begitu. Tapi.. lama-lama saya berfikir, kok rasanya jahat sekali saya menjudge saudara saya buruk hanya dari satu perkala salah yang dia lakukan? Sementara dia sebelumnya punya ratusan perkara baik. Salah dia menasihati saya? Bukannya dia menasihati justru untuk kebaikan?

 “Sampaikanlah walau hanya satu ayat”.

Saya sering mendengar ini, tapi saya lupa juga ini sumber nya dari mana, yang jelas kita diwajibkan untuk berdakwah. Nah, bukannya menasehati itu termasuk berdakwah? Perlukah seseorang baik 100% dulu baru bisa berdakwah? Kalau gitu patokannya mah, nggak bakal ada yang dakwah. Namanya manusia, nggak mungkin 100% baik.

Perluaslah hati. Mungkin itu sewujud godaan syetan dalam kita yang berusaha menjadi lebih baik. Menggoda kita dengan bisiknya. Mengganggu polapikir kita. Menyempitkan hati kita. Menutupi mata kita. Ayo.. istighfar. Jangan mengkotak-kotakkan orang dengan ‘ini yang baik,harus didengar segala nasihat nya’ ‘ini buruk. Nggak boleh didengar nasihatnya’. Hayo.. kita ini siapa? Kita dan dia ya sama aja. Sama-sama manusia. Hak apa kita mengkotak-kotakkan? 




Saya juga sedang berusaha berlapang hati untuk bisa menerima nasihat dari mana saja. Jadi lebih baik yuk.. ^^





Tidak ada komentar:

Posting Komentar